Cerita Rakyat - Legenda Batu Menangis
Mei 13, 2016
Edit
Haloo sahabat Blog Cerita Rakyat Indonesia.
Di serial Cerita Rakyat kali ini, Tim Cerita Rakyat Indonesia akan membawakan cerita yang berjudul " Cerita Legenda Batu Menangis " yang berasal dari daerah Kalimantan Barat .
Cerita Rakyat Kalimantan Barat - Legenda Batu Menangis
Cerita Legenda Batu Menangis |
Dahulu, disebuah bukit yang jauh dari desa, di daerah kalimantan hiduplah seorang janda miskin dan seorang anak gadisnya. Janda itu bernama Mak Dasah dan anak gadisnya bernama Jelita. Mereka tinggal disebuah rumah kecil yang sederhana. Rumah itu adalah peninggalan suami Mak Dasah yang meninggal sejak Jelita berumur satu tahun.
Ia diberi nama Jelita karena memang wajahnya sangat cantik. Jelita menjadi anak kesayangan ibunya. Demi cinta kasihnya kepada sang anak Mak Dasah walau sudah agak tua tetapi selalu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pekerjaan Mak Dasah mencari kayu bakar di hutan kemudian dijual ke perkampungan. Ia juga merawat belasan pohon pisang bekas peninggalan suaminya. Namun pohon pisang itu tidak berbuah setiap saat. Jika pohon pisang berbuah ia akan menjualnya ke perkampungan penduduk yang jaraknya puluhan kilo meter dari tempat tinggalnya.
Semakin hari si Jelita semakin bertambah dewasa. Sementara si Janda bertambah tua. Tapi sayang sekali.... si Jelita yang dikasihi oleh ibunya itu berkelakuan buruk. Pohon pisang yang jumlahnya enam belas batang tak pernah ditengoknya.
Angin yang membawa debu-debu dan daun-daun kering ke dalam rumahnya ia biarkan saja. Jangankan halaman rumah, dinding dan lantai kamarnya sendiripunia tak mau membersihkannya. Ia selalu menunggu ibunya turun tangan. Gadis itu memang amat pemalas, tak pernah membantu ibunya melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah. Kerjanya hanya bersolek setiap hari.
Selain pemalas, anak gadis itu sikapnya manja sekali. Segala permintaannya harus dituruti. Setaip kali ia meminta sesuatu pada ibunya harus dikabulkan, tanpa memperdulikan keadaan ibunya yang miskin, setiap hari harus membanting tulang mencari sesuap nasi.
Pada suatu hari Jelita berkata kepada ibunya.
"Mak hari ini engkau harus belikan aku baju yang baru dan indah."
"Lho? Bajumu kan sudah banyak, masih banyak yang baru juga?" jawab Mak Dasah.
"Alaah, jangan banyak cakap, bajuku memang banyak yang baru tapi sudah ketinggalan jaman, aku ingin model yang baru!"
"Tapi nak Ibu tidak punya uang yang cukup untuk membelikanmu baju baru lagi. Bukankah sebulan yang lalu sudah kubelikan baju baru yang sangat mahal?"
"Kalau Mak sayang turuti kemauanku...?"
Tidak bisa tidak Mak Dasah akhirnya mengambil semua simpanan uangnya dan esok harinya berangkat ke pasar yang jaraknya sangat jauh dari rumah mereka. Sebenarnya uang simpanan itu digunakan untuk keperluan-keperluan mendesak, seperti ketika Jelita sakit dan lain-lain.
Letak pasar desa amat jauh, sehingga mereka harus berjalan kaki yang cukup melelahkan. Anak gadis itu berjalan melenggang dengan memakai pakaian yang bagus, dan bersolek agar orang di jalan yang melihatnya nanti akan mengagumi kecantikannya. Sementara ibunya berjalan dibelakangnya sambil membawa dengan pakain yang sangat dekil. Karena mereka hidup di tempat yang terpencil, tak seorangpun tahu bahwa kedua perempuan yang berjalan itu adalah ibu dan anak.
Ketika mereka mulai memasuki desa, orang-orang desa memandangi mereka. Mereka begitu terpesona begitu melihat kecantikan anak gadis itu, terutama para pemuda desa yang tak puas-puasnya memandangi wajah gadis itu. Namun ketika mereka melihat orang yang berjalan dibelakang anak gadis itu, sungguh kontras keadaannya. Hal itu membuat orang bertanya-tanya.
"Aneh sekali....si gadis wajah sangat cantik, dan pakainnya luar biasa indahnya tapi wanita dibelakangnya berpakaian kumal dan bertambal-tambalan."
"Iya, mengapa wanita itu berjalan dibelakang si gadis? Padahal wajahnya mirip kali dengan si gadis, tidak mungkin wanita tua itu adalah pembantunya..."
"Kawan jangan berburuk sangka, siapa tahu wanita tua itu memang pembantunya yang mengawal si gadis."
Di antara orang yang melihatnya itu, seorang pemuda mendekati dan bertanya kepada gadis itu." Hai, gadis cantik. Apakah yang berjalan di belakang itu ibumu ?"
Namun apa jawaban anak gadis itu ?
"BUKAN," katanya dengan angkuh. " Ia adalah pembantuku !"
Kedua ibu dan anak itu kemudian meneruskan perjalanan. Tak seberapa jauh, mendekati lagi seorang pemuda dan bertanya kepada anak gadis itu.
"Hai gadis manis, siapa namamu?"
"Oh, abang...namaku Jelita..."
"Hem, cocok benar dengan orangnya."
"Kenapa bang?"
"Wajahmu juga cantik jelita...!"
"Apakah yang berjalan dibelakangmu itu adalah ibumu ?"
"Bukan, bukan," jawab gadis itu dengan mendongakkan kepalanya. "Ia adalah budakku!"
Begitulah setiap gadis itu bertemu dengan seseorang sepanjang jalan yang menanyakan perihal ibunya, selalu jawabannya itu. Ia malu mengakui Mak Dasah sebagai ibunya. Ibunya diperlakukan sebagai pembantu atau budaknya.
Pada mulanya mendengar jawaban putrinya yang durhaka jika ditanya orang, si ibu masih dapat menahan diri. Ketika berjalan di tempat yang sepi Mak Dasah bertanya kepada anaknya.
"Anakku mengapa kau menyebutku sebagai pembantumu?"
"Ibu...! Tenang saja, ini hanya sekedar pura-pura, aku tidak bersungguh-sungguh menganggap ibu sebagai pembantuku."
"Tapi sudah tiga kali kau menyebutku sebagai budak, aku tidak ingin kau melakukannya lagi."
"Ah, Emak ini kan hnya pura-pura!"
Mereka meneruskan perjalanan. HIngga suatu ketika ada seorang pemuda yang sangat tampan datang mendekati si Jelita.
"Hai cantik, siapa namamu?"
"Namaku Jelita...!"
"Serasi benar namamu dan wajahmu, cantik jelita...!"
"Apakah yang berjalan dibelakangmu itu ibumu ?"
"Nukan, bukan," jawab gadis itu dengan mendongakkan kepalanya. " Ia adalah budakku !"
Mak Dasah masih bisa menahan diri. Ia mencoba memperingatkan anaknya lagi. Namun tak berapa lama kemudian mereka bertemu lagi dengan seorang pemuda tampan. Jelita kembali menyebut ibunya sebagai pembantunya. Sesungguhnya ia malu mengakui Mak Dasah sebagai ibunya. Kini sang ibu tak bisa bersabar lagi.
"Jelita anakku, kau sungguh kelewat batas, kau durhaka berkali-kali menyebutku sebagai budakmu. Padahal aku yang merawat dan membesarkanmu sejak kecil. Teganya kau berbuat seperti itu !".
"Emak...kenapa emak marah...percayalah ini hanya sekedar sandiwara. Nanti setelah pulang dari pasar Emak beli baju yang baru dan indah. Jika bertemu dengan pemuda tampan maka aku akan mengakui Emak sebagai ibuku."
"Tidak kau terlalu menyakiti hatiku, bagaimanapun keadaan Emak seharusnya kau mau mengakuiku sebagai ibumu."
"Nanti Mak, kalau sudah beli baju baru !"
Sang ibu tak bisa menahan diri lagi. Ia tak mau berdebat lagi dengan anaknya ia berdo'a kepada Tuhan. " Ya Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba begitu teganya memperlakukan diri hamba sedemikian rupa. Ya, Tuhan hukumlah anak durhaka ini ! Hukumlah dia..."
Atas kekuasaan Tuhan yang maha esa, perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu berubah menjadi batu. Perubahan itu dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah mencapai setengah badan, anak gadis itu menangis memohon ampun kepada ibunya.
"Oh, ibu. Ampunilah saya, ampunilah kedurhakaanku ini. Ibu....ibu.... ampunilah anakmu ini...."Anak gadis itu terus meratap dan mengangis memohon ampun kepada ibunya. Akan tetapi, semuanya sudah terlambat. Seluruh tubuh gadis itu akhirnya berubah menjadi batu. Sekalipun menjadi batu, namun orang dapat melihat bahwa kedua matanya mesih menitikkan air mata, seperti sedang menangis. Oleh karena itu, batu yang berasal dari gadis yang mendapat kutukan ibunya itu disebut " Batu Menangis ".
Sumber: Cerita Rakyat Nusantara Karya Yustitia Angelia penerbit Lintas Media
Cerita lain yang berasal dari daerah Kalimantan :
Cerita lain yang berasal dari daerah Kalimantan :
Demikianlah Cerita Rakyat yang berasal dari Kalimantan Barat yang berjudul Cerita Legenda Batu Menangis, yang oleh masyarakat dipercayai bahwa kisah itu benar-benar pernah terjadi. Barang siapa yang mendurhakai ibu kandung yang telah melahirkan dan membesarkannya, pasti perbuatan laknatnya itu akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Kuasa.