Cerita Sara Specx
September 12, 2016
Edit
Alkisah Rakyat ~ Hari sudah jadi malam. Pada waktu itu sudah bulan Mei dan udara sangat gelap. Lonceng dikota Betawi telah bunyi sembilan kali, hal ini adalah suatu tanda pintu-pintu benteng dari kota itu mesti ditutup. Kemudian sebagaimana biasa kunci-kuncinya diserahkan pada Gouverneur Generaal.
Di dalam gelap gulita itu, dua orang Eropa keluar dari istananya Tuan Besar, dimana ia telah berdiam lama. Maksudnya dia mau buru-buru pulang kerumahnya masing-masing yang ada diluar kota Betawi, yaitu dalam bilangannya kota baru, sebab kalau tidak begitu dia tentu tidak bisa keluar dari benteng-benteng itu, kota yang sedikit itu saat kemudian telah ditutup. Diluar benteng itu, dua orang itu lantas menyeberang ditanah lapangan, dan dia terus melewati suatu jembatan yang telah dijaga oleh satuan soldadu. Biasanya apabila sudah pukul sembilan malam, orang-orang dilarang untuk jalan dijembatan itu. Tetapi pada waktu itu suatu soldadu pengawal sedang mengawasi kedua orang itu dan nyata soldadu itu sudah mengenalnya. Karena sudah mengenalnya maka ia diizinkan lewat terus, walaupun hal ini melanggar aturan keras.
Di jembatan itu dia berjalan terus menuju ke jalanan Prinsenstraat, yang menuju lempeng ke kantor bicara (Studehuis), kantor ini sampai sekarang masih berdiri. Tetapi telah dijadikan kantor Resident, Kantor Polisi dan lain-lainnya. Tentulah orang itu, karena dalam kegelapan sehingga kesasar dan soldadu jaga itu tidak mengetahui padanya. Dan dua budak itu mengikuti dia dengan membawa obor. Maka dari itu biarpun jauh juga kelihatan, pawakannya dua orang laki-laki itu berbeda yang satu dengan yang lain dan juga tingginya hampir sama. Yang satu agak jangkung kurus, sehingga dapat dikata ia tinggal kulit dan tulang saja, sedangkan yang lain adalah sangat gemuk, sehingga bisa dikata-kata bundar.
Kedua orang itu berpakaian rapi, dan pakaiannya berwarna hitam, masing-masing pundaknya ada selimut dengan satu mantel dari kain panas (wol). Topinya tinggi dan diatas topinya ada kuncungnya, dan juga topu daunnya lebar. Dua orang itu masing-masing pakai pedang panjang, yang tergantung di masing-masing pinggangnya dengan rantai perak. Kedua orang itu berjalan dengan tidak bicara suatu apa. Tiba-tiba sesampainya kira-kira separuh dari jalanan Prinsenstraat orang yang kurus berkata juga:
Dokter, aku harap sakitnya Tuan Besar nanti lekas sembuh kembali. Dan dimalam ini kau berdiam lebih lama dikamarnya Sri Paduka, dan biarlah itu bukanlah tanda yang tidak baik. Tidak, Fiskaal, menyahut orang yang gemuk, itu bukan tanda yang tidak baik. Demamnya juga sudah banyak kurangan. Aku rasa, aku sanggup kasih lalu penyakit itu dalam sedikit hari ini. Tokh, sebegitu jauh yang aku sendiri bisa lihat, badannya Tuan Besar tambah hari tambah kurus dan kurang kuat. Ini sangat tidak baik buat Sri Paduka yang bekerja keras.
Lebih lagi, sebab Sri Paduka bekerja dengan mendapat gangguan yang dipikirannya. Rupanya sekarangpun kembali dan apa-apa yang didengar oleh Tuan Besar dengan sangat tidak senang hati. Rupanya ada kabar angin bahwa orang-orang Jawa itu kembali akan senang Kompeni. Dia kelihatan sukar dan tangguh dikalahkan betul-betul. Bermula aku kira ditahun yang lalu ia orang sudah cukup rasakan pelor, tetapi sekarang rupanya dia mau maju kembali. Aku bilang begini, sebab ketika tadi sore aku masuk dikamarnya Tuan Besar sedang bermufakatan dengan Sergeat Mayor Verbeek dan ia mempunyai juru tulis resia, Van der Lee. Dia ketika hadapkan peta (haarf) kota dan benteng Betawi, aku denger : Tuan Besar menyebutkan dan sambil tunjuk dengan jarinya, beberapa tempat belum ada sampai tengah dan mesti lantas dibikin lebih kuat. Tuan Besar bicara lebih lama dengan lebih sengit dan gemas, sehingga aku khawatirkan sekali buat kewarasannya yang belum baik.
Pantas saja aku tunggu kau sampai aku jadi kesal sebab aku akan ngajak kau duduk-duduk dibelakang Istana. Kau keluar begitu lambat, sehingga aku juga punya maksud menjadi gagal. Ada apa dibelakang Istana? Fiskaal Mr. Van den Heuvel menjadi tersenyum sehingga Dr. Bontius yang ia mempunyai sahabat itu, turut mesem simpul. Ah, sekarang aku mengerti juga, kata pula Dr. Bontius kau akan mengajak aku kebelakang Istana buat kau coba bikin sembuh kau punya luka.
Kau betul, dokter? Menyahut Mr. Vanden Heuvel dengan terus terang, tetapi buka luka dibadan, hanya dihati, bukan luka disebabkan oleh...cinta!
Tetapi itu luka yang ajaib aku tidak sanggup obatkan Fiskaal. Ia adalah lebih berbahaya dari luka yang diterbitkan oleh tumbak yang beracun dari orang Jawa. Dan aku tahu, macam luka seperti itu tidak ada obatnya sama sekali, selainnya disembuhkan oleh..."
Ssst! Sungguh dokter aku sekarang tidak tahu, apa yang aku mesti bikin. Duduk salah, berdiri salah, dikantor salah, bekerja salah, pokoknya semua serba salah, malahan bisa dikata tidurpun salah, sebab dalam impian aku tergoda juga!
Apa dengan pergi kebelakang Istana kau bisa ketulungan, Fiskaal? Bukanlah isterinya Tuan Besar selamanya ada di dekat ia? Selainnya itu, kalau ada tetamu belum pernah nona Sara tidak turut duduk sama-sama temenin tetamu. Aku cuma ketulungan sedikit saja, yaitu cuma dengan lihat saja padanya atau bicara dengan dia.
Dr. Bontius menjadi heran, sebab jawaban itu diberikan oleh Mr. Van den Heuvel dengan suara yang utarakan hati sangat menyesal dan merasa kecewa.
Apa nona Sara tidak balas cintamu? tanya Tabib.
Tidak, menyahut Fiskaal sambil goyang kepala.
Aku bukan jadi orang yang beruntung. Beberapa kali aku ketemukan Sara, tetapi ia seperti orang yang tidak suka bicara dan mukanya asam. Ia tidak open padaku. Tadi ketika aku hampirkan padanya sedang ia lagi menyulam slof, dan aku menanya, buat siapa ia bikin slof itu? Ia tidak angkat mukanya dan juga tidak menyahut apa-apa, hanya tinggal menyulam terus.
Ia cuma menyahut dengan ogah-ogahan, buat aku sendiri. Aku jadi panas perut. Baik juga nyonya Coen duduk sedikit jauh, maka dengan berbisik aku berkata dikupingnya Sara.
Apa bukan bakal dia? Mendengar perkataan ini, Sara angkat mukanya, yang jadi pucat dan merah disebabkan gusar, juga ia awaskan aku dengan mata melotot, sehingga aku kepaksa membuang muka, mengaku kalah.
Siapakah yang aku maksudkan dengan perkataan itu?
Kau jangan pura-pura tidak tahu dokter?
Aku tentu maksudkan Kortenhuff.
Konterhuff? Konterhuff? Kalau tidak salah, aku kenal dengan orang ini. Bukanlah dia menjadi Assistent..., kepala dari orang-orang preman?...Ya, sekarang aku ingat...Tidak bisa salah, yaitu yang dulu aku sudah pernah saya rawat. Pada tanggal 20 September pada tahun yang lalu, ketika ada perang, ialah yang berlalu sangat gagah berani, sehingga akhirnya itu Panglima Jawa Tumenggung Burakso telah binasa jiwanya. Konterhuff sendiri telah dapat luka didadanya, bekas kena tumbak dan orang telah bawa ia padaku, tetapi ia bikin pada Sara?
Ia adalah orang yang telah bisa curi hatinya nona itu dengan mendesak aku kesamping!
Apa betul?
Tidak salah!
Matanya Mr. Van den Heuvel hampir mendelik, tangannya ia kepalkan, sehingga Dr. Bontius merasa kasihan padanya.
Bagaimana kau bisa bilang begitu? Menanya dokter.
Aku tahu itu sudah lama, mengaku Mr. Van den Heuvel cuma aku simpan dihati. Ketika habis perang ditahun yang lalu, aku lantas lari ke Istana akan kasih kabar pada nyonya Tuan Besar, bagaimana kesudahannya peperangan itu, Sara Specx turut dengarkan kabar yang aku sampaikan pada nyonya besar. Ia kelihatan ada bermaksud sekali dengarkan kabar-kabar tentang peperangan itu. Ternyata ia mendengar dengan hati berdebar. Sebagai orang yang tidak sabaran, ia tidak dapatkan apa-apa yang ia tanya, akhirnya ia menanya kepadaku, apa ada orang yang kena luka?
Tatkala aku menyebutkan namanya Kortenhuff diantara satu dari orang-orang yang kena luka berat, ia berteriak seru dan jatuh pingsan. Tempo ia mengaku, ia mendadak kepalanya pusing, tetapi aku dapat beda apa sebabnya yang betul. Sedari waktu itu aku dapat tahu, Konterhuff telah dapat ambil tempat itu, yang aku sekian lama telah coba ambil. Tetapi apa salah, kalau Sara memilih Kortenhuff? Tanya Dr. Bontius seperti memaen. Tetapi aku juga bisa balas menanya, kata Mr. Van den Heuvel, separuh sungguh-sungguh, apa salah kalau ia pilih padaku? Apa aku tidak sampai cakep? Apa pangkatku kurang bagus? Dan aku masih muda, baru umur 30 tahun.
Dr. Bontius diam, dalam hati ia berkata, orang ini tidak percaya! Ia mempunyai rambut yang kasar dan berdiri, warnanya rambut merah dan tumbuhnya jarang. Ia punya muka yang panjang, serta bekas-bekas tanda cacar, alias kopeng, ia punya sepasang mata yang sipit dan ia punya hidung yang kekecilan muat muka yang besar, janggutnya yang rada-rada mau paranin hidung, ia punya dua kaki yang bengkok sebagai kaki kepiting, tentu saja tidak bisa tarik hati perempuan. Mr. Van der Heuvel rupanya mengerti juga, mengapa Dr. Bontius tidak menyahut atas pertanyaannya, hingga dengan malu ia tidak berkata apa-apa lagi, dan begitulah dia yaitu kedua orang itu berjalan terus buat mampir lebih dulu, dikantor bicara, sebelumnya pulang ke masing-masing rumahnya.
Stadhuis itu di kota Betawi, yang dalam abad ke 17 dan baru selesai betul pada tahun 1710, dahulu ada Cellege Van Schepenem dan satu diantara sedikit gedung-gedung yang paling tua, yang masih ketinggalan. Dilatar batu depan kantor itu ada beberapa Soldadu juga, yang menjaga dengan teliti, apalagi sedang ada kabar bahwa orang-orang Jawa bakal datang menyerang. Satu Schildwacht lagi jalan mondar-mandir ditempat jagahannya, sekonyong-konyong ia dapat melihat dua orang yang mau masuk dengan lancang dikantor itu.
Dengan tidak menegor lagi Soldadu itu angkat tembaknya dan mau pukul kepalanya Dr. Bontius yang tentu saja menjadi kaget sekali, sehingga badan yang gemuk bisa pikul, ia lompat mundur angkat tangannya dengan berseru:
Apa ini? Kau tidak kenalin padaku?
Itu Soldadu juga pandang Dr. Bontius dengan tidak jadi memukul, kemudian ia pandang Mr. Van der Heuvel, sebab dua orang itu sesungguhnya bukan lain adalah Fiskaal dan Tabib. Soldadu itu mengadang ditengah jalan dan kelihatan ia bersedia akan korbankan jiwa buat bisa menjalankan ia punya kewajiban. Mr. Van der Heuvel berbisik di kupingnya Dr. Bontius. Satu peraturan baru ditetapkan, bahwa orang tidak boleh datang terlalu rapat dikantor bicara diwaktu malam, orang ini cuma jalankan kewajiban. Kedua orang itu dalam sekejap saja telah dikelilingin oleh Soldadu-Soldadu jaga, yang hampir saja kepung kedua orang itu, dan kedua orang itu telah dikemplang juga, kalau komandan dan Soldadu jaga Kortenhuff tidak leka pulang. Kortenhuff dapat mengenal Dr. Bontius dan Van der Heuvel, maka ia lantas keluarkan beberapa perkataan pada Soldadu-Soldadu itu, yang lantas bubar dan jalan pula masing-masing pekerjaannya.
Ada perlu apa kau datang kesini diwaktu malam dokter? Tanya Comandan muda itu. Dr. Bontius mengatakan keperluannya, tetapi sebelum ia masuk ke kantor bicara, ia kasih tanda pada Kortenhuff buat bicara berdua saja. Sementara Mr. Van der Heuvel berdiam dan berdiri terpisah beberapa jauh dari kedua orang itu tadi. Fiskaal pun itu telah mundur beberapa tindak, ketika ia melihat Kortenhuff, sebagai juga ia hendak cegah meledaknya ia punya hati yang panas, suatu hal yang bisa terjadi, bila ia hadapkan mukanya itu kepada Comandan yang ia benci, orang itu yang jadi ia punya musuh paling besar dalam permintaan.
Ada urusan apakah Dokter? Tanya Kortenhuff.
Dr. Bontius menyahut perlahan-lahan sekali dikupingnya Comandan itu.
Dengan bicara perlahan! Satu perkara penting, yang berbahaya juga buat jiwamu, aku mau bicarakan sama kau. Pada masa itu antara lain aturan keras dari Jan Piterzoon Coen, yaitu ada jalankan yang sangat keras aturan buat mencegah perkara piara Nyai atau gundik dan kejahatan dalam perkara Jinak buitengemeen kras waren de bepalingan tegen het konden van "bysitten afte concubijne" en tegen het misdrijf van overspel.
Sementara JP. Coen jadi marah besar, jikalau ia dapatkan orang yang berbuat kebusukan dalam perkara perempuan, dan buat perkara ini tentu nantinya tidak mendapat ampun. Sebab hal ini sesungguhnya jiwanya Korenhuff ada dalam bahaya, jikalau betul apa yang Mr. Van der Heuvel pernah bilang pada Dr. Bontius, bahwa Comandan itu sedang bikin perhubungan rahasia dengan Sara Spexc.
Kortenhuff jadi kaget, lalu menanya: Apakah kau maksudkan peperangan yang bakal dibikin oleh orang Jawa?
Bukan menyahut Dr. Bontius, tetapi ada orang yang sedang intip-intip kelakuannya, ada orang yang musuhi keras padamu. Kau adalah terlalu gegabah! Ai, lain orang kau boleh buain matanya, tetapi aku, aku ada terlalu celi dan barang yang tersembunyi aku bisa dapat tahu. Neen, Kortenhuff, orang kalau jadi dokter tidak mudah dibutain tahu! Comandan muda itu jadi tercengang. Ia tidak menguda kemana maunya Dr. Bontius, atau bisa jadi juga ia pura-pura tidak mengerti, tetapi tokh ia tinggal heran atas omongan gelap itu dari tabib.
Aku menyesal sekali dokter, kata Kortenhuff kau juga bicara, aku tidak mengerti sama sekali. Comandan, kata dokter dikupingnya Kortenhuff, orang bilang kau punya hubungan rahasia dengan nona Sara Specx dan sekarang aku saksikan nona ini betul-betul sedang....
Kortenhuff mundur dengan kaget beberapa tindak, sebagai orang dipagat ular, mukanya jadi pucat sebagai kertas dan ia tidak bisa buka mulutnya. Ia mengerti bahwa ini bukan perkara main-main, baik ini baru saja menjadi suatu tuduhan. Tuduhan itu adalah dusta, dokter! menyahut Kortenhuff dengan suara agak keras.
Dr. Bontius mengerti, ia telah maju terlalu jauh maka ia mencoba bikin baik tentang kekeliruannya dengan berkata : Comandan aku sekedar mau kasih ingat padamu, kau harus berhati-hati, dan lebih dari itupun tidak ! Dr. Bontius hampirkan Mr. Van der Heuvel dan sesudahnya kasih selamat malam pada Kortenhuff, kedua orang itu mengurus apa yang diperlukan, kemudian kedua itu teruskan perjalanannya akan pulang kerumahnya masing-masing.
Ditengah jalan Mr. Van der Heuvel menanya:
Apa barusan kau bicara dengan Kortenhuff, dokter?
Aku coba pancing padanya! Menyahut Dr. Bontius, tentang perhubungannya dengan nona Sara Specx, tetapi ia kelihatan menjadi merah, sehingga aku rasa baik aku tindak maju lebih jauh lagi.
Dan ia, akan kedosahannya?
Tidak!
Kau jadi bangunin macan yang sedang tidur.
Selanjutnya ia tentu berlaku dengan hati-hati.
Apa itu tidak lebih baik buat jiwanya dua manusia?
Mr. Van der Heuvel jadi tersenyum asem, tetapi ia tidak berkata satu apa. Cuma angkat pundak sehingga Dr. Bontius yang awaskan padanya merasa mengkirik. Sementara itu Kortenhuff dengan pikian bingung jalan mondar-mandir, dilatar kantor bicara.
Ia adalah seorang gagah berani dan berhati tetap, tetapi tokh setelah dengar bicaranya Dr. Bontius, pikirannya jadi kalut dan hatinya berdebar-debar. Pieter Jacabazoon Kortenhuff telah datang dari Amsterdam (negeri Belanda) dama usia 27 tahun. Ia bekerja sebagai Assistent pada Oost Indisch Compangnie dan sebab ia mengerti, ia datang dari Amsterdam buat cari peruntungan, maka ia bisa berlaku manis pada seorang kenalannya, hingga dalam pergaulan itu ia disukai orang. Dengan lakunya itu pekerjaan kepala orang-orang preman Eropa, ia adalah paling rajin dan gagah berani, sementara itu dalam peperangan dengan orang-orang Jawa dan ia unjuk dan ia bukan seorang yang kenal takut. Sebegitu jauh yang ketahuan, ia adalah seorang jujur, tingkah lakunya sopan cuma ia mempunyai hati yang agak lemah, sifatnya yang baik dari Kortenhuff menarik hatinya Tuan Besar. Maka Sri Paduka Jan Pieterszoon Coen telah kasih izin juga buat Kortenhuff masuk/keluar di dalam istana, suatu ijin yang tidak dikasih pada sembarang orang. Jadinya jin itu suatu kehormatan besar yang diberikan pada Kortenhuff oleh Gouverneur Generaal, apalagi kalau diingat, Kortenhuff cuma menjadi Assisten (kepala) dari orang-orang preman saja.
Sejak dapat ijin itu Kortenhuff dapat berkenalan dengan nona Sara Specx yang tinggal didalam Istana itu, dan dikukut sebagai anak oleh Tuan Besar. Dalam waktu ini nona Sara Specx baru berumur 14 tahun, dan ia pasti menemani nyonya Besar didalam Istana. Nona itu sangat elok, cantik dan lagi pula usianya masih muda, malahan ada yang bilang bahwa nona Sara Specx baru berusia 12 tahun, tetapi pikiran dan tingkah lakunya telah ada sebagai seorang dewasa. Ia adalah anak dari Jacques Specx, tentang hal siapa bisa diceriterakan sebagai berikut:
Tuan Jacques Specx dilahirkan di Dordrecht (negeri Belanda) pada tahun 1585. Dan dalam tahun 1606 ia bekerja di Compagnie di Firando (Jepang) dan pada tahun 1609 ia jadi opper koppman, suatu kepala dari Facterij (kantor dagang) disana. Disamping itu ia menjadikan satu dengan orang-orang pertama yang bikin perhubungan perniagaan diantara orang-orang Belanda dan Jepang. Pekerjaan ini ia pegang sampai pada tahun 1613 dan dalam tahun 1621, kembali lagi ia pekerjaan itu. Sesudah itu ia berangkat ke Betawi dimana dalam tahun 1622 ia diangkat menjadi President dari Schepenen, kemudian menjadi Raad Extraordinaris dari Raad Van Ved Indie menjadi Gouverneur Generaal, tetapi ini adalah pilihan dari Heeren XVII tidak ditetapkan, sebab pada tanggal 17 Maret 1623 Jacques Specx dipanggil untuk pulang ke Eropa (ke Belanda).
Begitu adanya catatan singkat dari riwayat hidupnya ayah dari nona Sara Specx, dari catatan mana adalah nyata, nona itu adalah anaknya seorang pembesar. Yang mana tingkah lakunya nona Sara Specx sangat sopan dan adatnya suka merendah, lagi pula ia rajin, hal ini bisa diduga sebab kalau tidak begitu, nanti Sri Paduka Jan Pieterszoon Coen tidak kasih ia masuk ke dalam Istana. Setelah bertemu dengan Kortenhuff sebagai anak penarik rahasia yang berkuasa, ia merasa tertarik pada Assistent (Comandan) muda itu, dan Kortenhuff juga menaruh cinta pada nona Sara Specx itu. Jadi apa yang Mr. Van der Heuvel duga itu, dan melihat dari tingkah lakunya nona Sara Specx sebenarnya adalah benar, dan sesungguhnya juga dua orang muda itu adalah suatu bahaya yang besar.
Di zaman dahulu waktu cerita ini kejadian, kebiasaan dari orang-orang Belanda di Betawi yaitu bangun pagi-pagi, dan oleh sebab itu pada siangnya orang-orang sudah berhenti kerja. Dan waktu mulai bekerja yaitu pukul 7.00 pagi, dan apabila lonceng berbunyi 12 kali berarti waktu sudah tengah hari hal ini menandakan bahwa orang-orang Belanda yang bekerja memperhentikan pekerjaannya buat pergi makan tengah hari. Orang-orang bukan saja boleh pulang makan, dan juga boleh masuk buat tidur, sebab kantor-kantor sudah ditutup dan jalan-jalan besar telah menjadi sepi. Demikian orang-orang pada zaman dahulu adalah sangat senang, tidak begitu capai/lelah, dan tidak begitu banting tulang, sebagaimana sekarang, meskipun begitu, semua pekerjaan tokh tidak ada yang ketinggalan dan juga hasilnya perniagaan adalah cukup besar. Padahal sekarangpun orang-orang bekerjanya sampai sore, pun malahan sampai malam juga, tetapi tokh pekerjaannya masih ketinggalan, dan juga hasilnya pun tidak mencukupi keperluan, hingga disana-sini orang-orang menjerit kekurangan uang.
Zaman kesenangan sudah lewat! Disebabkan bertambahnya manusia dan bertambahnya kepandaian manusia, orang mesti bekerja lebih keras, buat bisa turut berlomba dari penghidupan. Waktu cerita ini terjadi, di Kota Betawi belum sentosa dan belum begitu ramai seperti sekarang. Peraturan-peraturan dikeluarkan dan dijalankan dengan banyak, lebih sederhana, sebab segala urusan bisa dibikin selesai dengan cepat. Yang menentukan jalannya sesuatu perkara bukanlah Staatsblanden, pemerintah tidak memperhatikan dulu surat undang-undang, dan hanya putusan-putusan dikeluarkan sebagaimana ditimbang baik dan yang perlu.
Tiap hari mulai pukul 7.00 pagi orang-orang yang ada keperluan boleh minta bicara sama Tuan Besar. Untuk ia kasih tau saja maksudnya pada Soldadu jaga, yang sampaikan maksud itu pada Sri Paduka dan jika Tuan Besar tidak ada halangan, maka seketika itu juga orang dipersilahkan masuk dan orang boleh ketemu dengan Tuan Besar, yang segera sambut dan menerimanya dengan manis, seperti orang-orang biasa saja. Walaupun ketika itu pemerintah Jan Pieterszoon Coen jajahan Nederland di tanah Jawa belum seberapa khas, tetapi tokh pikulannya Tuan Besar tidak boleh dibilang ringan. Waktu itu baru lewat 30 tahun orang-orang Belanda telah berniat akan sebisa-bisa menggoda dan mengusir ia punya musuh, yaitu orang-orang Spanyol dari semua tempat di Hindia ini, dari mana bangsa itu adalah menarik penghasilan yang sangat besar, sehingga ia menjadi kaya-kaya dan kuat-kuat. Ikhtiar orang-orang Belanda, sebagaimana telah kenyataan telah beruntung juga. Dengan kegagah beraninya ia telah bisa menjatuhkan bendera Spanyol (Spanye), orang-orang Spanyol menyingkir dan orang-orang Inggris hilang pengharapannya untuk dapat tempat di Hindia. Oleh karena kegagah-keberaniannya orang-orang Belanda dan juga soal kepintarannya dan kekerasan hatinya akhirnya bisa mengibarkan benderanya dimana-mana tempat diseluruh kepulauan Hindia.
Kemenangannya Bangsa Belanda diwaktu ia begitu ketetapan kedudukannya orang-orang Hindia, terutama telah terbit dari daya umpannya J.P. Coen yang tidak bisa diceriterakan kecakapan dan kegagahannya. Bukan saja wakru ia berpangkat Gouverneur Generaal tetapi ia juga pegang kewajibannya suatu kepala dari perniagaannya sebagai jabatan President dari tanah Bantam. Ia inilah yang sudah pindahkan tempat kedudukannya kepala dari pemerintahan Belanda di Hindia dari Ambon ke Jakarta (ke Betawi). Walaupun waktu itu bangsa Inggris dan orang Bantam sudah menjadi satu kali, dan akan hapuskan segala kekuasaan orang Belanda disini, ialah yang sudah bisa hapuskan segala pengaruhnya Raja-Raja Hindia. Enam tahun yaitu dari tahun 1617 sampai tahun 1623 ia sudah pegang pemerintahan di Hindia, kemudian ia balik ke Nederland akan menyenangkan diri tetapi pada tahun 1627 ia suruh kembali lagi di Hindia, sedang waktu itu kota Betawi ada dalam kemunduran dan sudah hampir jatuh. Ketika itu Tumenggung Buraksa kembali sudah mengumpulkan bilang ribu lasykar atas titahnya Sultan Mataram serta perhubungan dengan bangsa Belanda di luar kota Betawi sudah putus disebabkan oleh kepunyaannya Tumenggung Buraksa itu. Jikalau bukan J.P. Coen yang menjadi Kepala di Kota Betawi, niscaya ketika itu kekuasaan orang Belandi disini tidak bisa tinggal tetap. Tidak heran namanya pembesar ini telah tersohor dan patungnya J.P. Coen didirikan pada tanggal 4 September 1876 di depan Kantor Paleis di Tanah Lapang Singa di Weltervreden.
J.P. Coen adalah seorang sederhana yang dalam perkara hal makanan dan minuman, ia adalah seorang berhati sangat keras dan keberaniannya luar biasa, dan banyak akalnya yang bagus. Ia mempunyai budi bahasa yang manis, membikin ia disukai oleh orang banyak, tetapi kebengisannya dalam menjatuhkan hukuman pada orang-orang jahat bisa membikin merengket orang yang tidak baik. Apa yang dimaksudkan oleh J.P. Coen, tidak bisa dirobah dan ia belum berhenti, sebelumnya ia dapat sampaikan maksudnya baik lekas maupun lambat. Dalam daftar peranti orang-orang Christen yang disimpan di Hoorn (Negeri Belanda) dari tahun 1537, yaitu tahun dari kelahirannya orang besar itu, pada tanggal 5 Januari ditulis hal kelahirannya satu anak lelaki namanya Jan, anak dari Pieter Willenszoon Van Twisk. Ia mempunyai ayah berasal dari Twisk, satu dusun di dekat Medunblik, tapi orang tua itu tidak ada pakai nama Coen atau Koen.
Tentang waktu mudanya J.P. Coen adalah orang yang mendirikan kota Betawi, tidak apa-apa yang ketahuan. Orang-orang cuma tahu sebagai suatu anak umur 14 tahun ia datang di Roma, dikantornya satu saudagar dari Nederland Selatan, Justus Pescetore Van Oendenaarde, dan disitu ia pahamkan pekerjaanya, juga pengertian pegang buku Italiaansch bukhaouden. Sesudah ia berdiam di Roma Anem tahun lamanya ia pulang ke tempat kelahirannya dalam tahun 1607, lalu diangkat sebagai Onderkoopmen dalam Dienst Oost Indische Compagnie.
Sumber : Ceritera Rakyat Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta